Ags. Arya Dipayana

Agung Setiadji bin Darjono Hadjiwidjojo atau Ags. Arya Dipayana lahir di Tulungagung, Jawa Timur, 29 April 1961. Adji, begitu sapaannya, dibesarkan kakek dan neneknya di Banjarnegara sebelum menyusul orang tuanya ke Jakarta. Ia memulai aktivitas teaternya dengan bergabung dengan teater sekolah saat SMP. Adji melanjutkan pendidikan sarjana Sastra Prancis di Universitas Indonesia.

Ia pernah menjadi anggota Teater Gombong di Gelanggang Remaja Jakarta Selatan. Bersama rekan-rekannya di kelompok itu, ia membentuk Teater Egg (kemudian berganti nama menjadi Teater Tetas) pada 1978. Kiprahnya sebagai sutradara semakin intens ketika Teater Tetas terbentuk. Ia juga mengikuti Festival Teater Remaja sebagaimana umumnya kelompok teater di Jakarta. Kesibukan berkompetisi rupanya menurunkan daya kreativitasnya. Akhirnya pada tahun 1985, Adji memutuskan membawa produksi Teater Tetas keluar dari mekanisme festival.

Adji memiliki ketertarikan pada dunia wayang dan berupaya membawanya ke panggung teater. Ia mengangkatnya sebagai idiom sekaligus mengungkap persoalan sosial-politik ke tengah ruang pentas. Naskah terinspirasi dari kisah Mahabarata dan Ramayana. Meski demikian, ia menyangkal bahwa pementasan teaternya sama dengan wayang wong atau wayang orang. Karya perdananya yang bernuansa wayang adalah “Geger Indraprasta”, lakon carangan tentang pertengkaran dalam keluarga Pandawa.

Karyanya berjudul “Julung Sungsang” meraih Hibah Seni Kelola kategori Pentas Keliling pada tahun 2006. Selain beraktivitas di Teater Tetas, Adji kerap diminta melatih drama dan musikalisasi bagi siswa dan guru SMA di sejumlah kota di Indonesia. Adji pernah dikirim ke ke Jayapura, Ternate, Sampit, dan Kendari dalam rangka program Bengkel Sastra yang dikelola Pusat Bahasa. Di luar kegiatan teater, ia sempat bekerja sebagai copywriter di beberapa biro iklan. Adji meninggal dunia pada 1 Maret 2011 saat memberikan lokakarya teater di Purwakarta, Jawa Barat.