Daryono Darmorejono
Lahir di Wonogiri, Jawa Tengah, 11 November 1958, Daryono mewarisi darah seni dari ayah dan neneknya yang juga penari. Daryono mulai belajar menari sejak umur 10 tahun bersama sang ayah dan murid terbaiknya, Ramelan. Tahun 1974, Daryono mengenyam pendidikan tari secara formal di Konservatori Karawitan Indonesia (sekarang SMK Negeri 8) di Surakarta. Lalu, ia melanjutkan studi di Akademi Seni Karawitan Indonesia (sekarang Institut Seni Indonesia) Surakarta. Sebelum menyandang gelar doktor di ISI Surakarta, Daryono mengambil program pascasarjana Pengkajian Seni Pertunjukan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Daryono pernah belajar dengan sejumlah tokoh tari, seperti Sardono W. Kusumo, S. Maridi (empu tari di Keraton Kasunanan Surakarta), dan Rono Suripto (empu tari Pura Mangkunegaran). Dari ketiga guru ini, Daryono menyempurnakan penjiwaan dan gerakan tari, sekaligus mendalami ilmu karawitan dan pewayangan. Karya perdana Daryono berjudul Tari Pitutur tentang tokoh yang berusaha menjadi tangguh, ulet, dan visioner dipentaskan dalam rangka festival di Universitas Sebelas Maret Solo (1982).
Ia tak pernah melabeli dirinya sebagai penata tari karena lebih senang disebut sebagai penari. Namun, Pura Mangkunegaran sangat mempercayai Daryono untuk memimpin proyek-proyek besar melahirkan kembali karya-karya tari dan diandalkan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk melestarikan kesenian tradisi, salah satunya pada tahun 2007. Daryono mendapatkan kehormatan untuk merekonstruksi dan menjadi salah seorang penari Bedaya Dirada Meta ciptaan senopati R.M. Said. Karya yang tak lagi dipentaskan lebih dari seratus tahun itu menjadi bagian dari Peringatan 250 Tahun Pura Mangkunegaran.
Daryono juga menata tari Mahakarya Borobudur (2005) dengan 120 penari dalam peresmian Musem Kapal Samudraraksa di Komplek Candi Borobudur oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Saat ini, Daryono adalah staf pengajar di ISI Surakarta.