Deddy Luthan
Hendrawanto Panji Akbar yang akrab disapa Deddy Luthan lahir di Jakarta, 25 April 1951 dari keluarga asal Minangkabau. Kedekatannya pada dunia tari sejak usia lima tahun membuatnya bercita-cita menjadi seniman. Deddy sempat kuliah di jurusan ekonomi Universitas Indonesia sebelum akhirnya mengambil jurusan tari di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (sekarang Institut Kesenian Jakarta). Kemudian, ia pun menyelesaikan program S2 Penciptaan dan Pengkajian Seni di IKJ dan program S3 Penciptaan Karya di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta.
Demi membiayai kuliah sarjana, Deddy bersama teman-temannya membentuk kelompok tari Tiara Nusa untuk mengiringi makan malam di hotel berbintang yang kala itu tengah populer. Di luar kampus, Deddy pernah belajar tari-tarian tradisi Indonesia dengan sejumlah guru, seperti Ki Condrolukito, Suparjo, Sampan Hismanto, Sjafio Koto, Nurjayadi, Sumaryo H. P., Tapan, dan Kakul. Ia juga telah melawat ke beberapa negara sebagai penari, antara lain Australia, Korea Selatan, Malaysia,Thailand, Jepang, Kanada, dan Hongkong.
Deddy selalu melakukan riset dan observasi setiap menggarap karya koreografinya. Menurutnya, budaya Indonesia memiliki perspektif yang sangat kaya dan inspirasi yang tak terbatas. Tak heran bila Deddy kerap memasukkan unsur warna dan tema tradisi ke dalam karyanya. Ia juga berupaya untuk menyelipkan nilai-nilai kemanusian yang relevan pada kekinian, namun tetap berpijak pada tradisi. Harapannya, masyarakat dapat memahami pesan sekaligus memberi apresiasi pada karya-karyanya.
Karya terakhirnya bertajuk “Hutan Pasir Sunyi” (2014) adalah karya disertasi untuk meraih gelar doktor di ISI Surakarta. Melalui karya ini, Deddy mengungkap kegelisahan masyarakat terhadap masalah lingkungan di hutan Kersik Luway, Kutai Barat. Pementasan yang digelar di tengah Kebun Raya Bogor ini melibatkan ratusan penari (sebagian di antaranya suku Dayak Modang dan Kayan dari Kalimantan Timur), kru, dan musisi.
Deddy sempat menjadi dosen tetap di IKJ dan menjabat sebagai Ketua Komite Tari Dewan Kesenian Jakarta. Bersama sang istri yang juga koreografer, Elly D. Luthan, ia mendirikan dan mengelola Deddy Luthan Dance Company (DLDC). Tahun 2013, ia menerima penghargaan Maestro Seni Tradisi kategori Anugerah Seni dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Deddy meninggal dunia pada 10 Juli 2014 akibat penyakit stroke.