Mugiyono Kasido
Mugiyono Kasido atau yang akrab disapa Mugi, lahir di Jogodayoh, Klaten, Jawa Tengah tahun 1967. Sejak kecil Mugi sudah mengenal seni tari, wayang, gamelan, dan tembang Jawa karena dibesarkan di sebuah keluarga dalang. Bahkan, ia sudah belajar menari sejak usia 8 tahun. Lulus SMP, ia memperdalam ketrampilan dan pengetahuan tarinya di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia – SMKI (sekarang SMKN 7) di Surakarta. Kemudian pada tahun 1988, ia meneruskan studi ke Sekolah Tinggi Seni Indonesia – STSI (sekarang Insititut Seni Indonesia) Surakarta.
Selain kuliah di STSI, Mugi belajar dengan sejumlah guru, seperti R. Ng. Rono Suripto (pura Mangkunegaran 1988-1990), Suprapto Suryadharmo (Padepokan Lemah Putih 1994-1996), dan Sardono W. Kusumo sejak 1994. Sebagai penari, ia terlibat dalam beberapa karya Sardono, di antaranya “Detik-detik Tempo” (1994), “Opera Diponegoro” (1995), “Passsage Through the Gong” (1996), “Soloensis” (1999), “Ziarah Ragawi” (2000) dan “Rock Corridor” (2002).
Mugi aktif menggarap karya koreografi sejak mahasiswa. Karya perdananya berjudul “Mati Suri” (1992) meraih Trophy Mangkunegara IX sebagai penampil karya kreatif terbaik. Karya-karya Mugi merupakan koreografi kontemporer berbasis tari tradisi. Demi menghadirkan karya yang inovatif, ia terus mengeksplorasi ide dan gerak sekaligus mengkrititisi fenomena terkini, misalnya isu sosial, ekonomi dan politik. Mugi menerima Hibah Seni Kelola 2002 kategori Karya Inovatif untuk karya “Masks Dance Sybiosa”.
Mugi telah menampilkan karyanya ke berbagai negara. Bahkan, karya “Kabar-kabur” (2000) telah dipentaskan sebanyak 130 kali di 17 negara, salah satunya tampil dalam Europalia Festival 2017 di Belgia. Jelang kelulusannya di STSI tahun 1992, ia mendirikan Mugi Dance untuk melestarikan seni tradisi berbentuk karya-karya kontemporer. Sejak tahun 2015, ia bersama Mugi Dance menyelenggarakan Festival Hujan Internasional dan Festival Seni Tradisi Muda Indonesia.
Kontak
Email: mugidance@gmail.com