en id

Putu Wijaya


Putu Wijaya lahir pada 11 April 1944 di Puri Anom, Saren Kangin, Tabanan, Bali. Terlahir dari keluarga bangsawan, masa kecilnya penuh aturan dan didikan keras dari sang ayah, I Gusti Ngurah Raka. Tapi di sisi lain, ayahnya pula yang mewariskan kebiasaan membaca. Sejak SD, Putu banyak membaca karya sastra, baik sastrawan dunia maupun Indonesia. Ketika SMA, ia pernah bermain dalam pementasan “Badak” karya Anton Chekov saat acara perpisahan sekolah. Kemudian, Putu melanjutkan pendidikannya di Yogyakarta, di antaranya Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), dan Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi).

Saat kuliah di Asdrafi, ia mulai banyak menulis. Naskah drama pertamanya adalah “Dalam Cahaya Bulan”. Setelah itu, ia menulis “Bila Malam Bertambah Malam” yang selanjutnya ditulis ulang dan diterbitkan sebagai novel perdana Putu. Ia pernah terlibat dalam produksi kelompok Lembaga Drama Nasional (LDN), Bengkel Teater Rendra dan Sanggar Bambu. Saat pindah ke Jakarta, ia sempat bergabung dengan Teater Ketjil pimpinan Arifin C. Noer dan Teater Populer pimpinan Teguh Karya. Tahun 1971, Putu mendirikan Teater Mandiri bersama rekan-rekannya di Majalah Tempo dan beberapa seniman lain.

Putu memilih ranah kontemporer untuk karya-karya teaternya karena kesukaannya pada sesuatu tanpa batas atau aturan. Dengan demikian, ia dapat menentukan batas dan aturannya sendiri. Baginya teater dapat mewadahi imajinasinya. Putu dikenal dengan prinsipnya ‘bertolak dari yang ada’, menerima apa yang ada, lalu memanfaatkannya untuk mencapai sesuatu yang dituju. Prinsip ini pun diterapkan pula pada kelompok Teater Mandiri.

Menurut Putu, semua karya yang sedang digarap selalu berkesan. Berkesan karena itu digarap, atau karena digarap jadi mengesankan. Namun, setelah karya itu rampung justru menjadi memuakkan. Putu menyebutkan hal itu sebagai upayanya untuk tidak jatuh cinta pada karya sendiri dan terus bergerak menghasilkan karya baru. Karyanya berjudul “Zoom” meraih Hibah Seni Kelola 2004 untuk kategori Pentas Keliling. Berkat dukungan ini, Teater Mandiri dapat mementaskannya di Yogyakarta, Semarang, Surabaya dan Bali.

Putu pernah bekerja sebagai wartawan dan redaktur beberapa media, termasuk Majalah Tempo. Hingga saat ini, ia telah banyak menulis naskah drama, novel, cerpen, makalah dan esai. Karya-karya teaternya sudah dipentaskan di berbagai tempat di Indonesia hingga mancanegara. Putu menerima Penghargaan Kebudayaan yang diserahkan oleh Presiden Joko Widodo dalam Konggres Kebudayaan 2018.

Daftar Untuk Buletin Kami

Tetap update dan dapatkan berita terbaru kami langsung ke inbox Anda