Otniel Tasman
Otniel Tasman lahir 25 Januari 1989 di Banyumas. Sejak kecil, ia sudah aktif berkesenian terutama bidang musik dan vokal hingga meraih juara pertama lomba mocopatan tingkat kecamatan Banyumas. Minatnya pada dunia tari muncul setelah sang ibu menghadiahi sampur untuknya. Otniel memutuskan masuk jurusan tari di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia – SMKI (sekarang SMK N 3 Banyumas) meski awalnya ditentang keluarga. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta pada tahun 2007. Semasa kuliah, ia juga bergabung dengan Solo Dance Studio pimpinan Eko Supriyanto.
Sejak di SMKI, Otniel sudah menunjukan minatnya pada koreografi, bahkan ia pernah mewakili sekolah dan Kabupaten Banyumas menjadi koreografer dalam berbagai forum dan festival seni. Salah satu karyanya saat itu ialah “Lewong” yang bercerita tentang ritual pemanggilan hujan di Banyumas oleh para penari Lengger. Inilah yang menjadi titik awal Otniel untuk mengeksplorasi tari tradisi Banyumas, khususnya Lengger ke dalam karyanya. Harapannya, ia dapat memperkenalkan tradisi Banyuman kepada publik yang lebih luas.
Karya-karya Otniel banyak mengambil cerita tentang lengger. Ia tak ingin membuat karya tari kontemporer dengan gerakan baru, namun senang mengolah tradisi menjadi lebih segar. Dalam karya “Lengger Laut”, Otniel menkonstruksi tari Lengger Lanang yang biasanya dipentaskan laki-laki dengan gerakan gemulai. Ia justru menampilkan penari laki-laki yang maskulin. Karya ini meraih Hibah Seni Kelola 2014 dan ditampilkan pula pada perhelatan Europalia 2017 di Belgia.
Sebagai penari, Otniel sering terlibat dalam sejumlah karya koreografer ternama, seperti “Refuges dan Tawur” (Eko Supriyanto), “Mejikuhibiniu” (Dwi Windarti), “Manusia Pasir” (Wisnu HP), “Ronggeng Dukuh Paruk” (Cahwati), ”Risang Wrahatnala” (Wahyu Santoso Prabowo) dan sebagainya. Otniel pernah mewakili Indonesia dalam Southeast Asian Young Choreolab di Malaysia (2014).