en id

Trisutji Kamal


Karyanya yang penting “Gunung Agung” (1963) pada tahun 1979 di Teater Terbuka, TIM. Karya dalam bentuk ansambel kecil ini (piano, cello, flute, kendang Bali, timpani dan perkusi) merupakan titik penting dalam periode kreatif Trisutji yang berhubungan dengan penggunaan konsep tangga nada pentatonik gamelan.

Di Roma ia memiliki guru komposisi orang Rusia yang mendorongnya untuk menciptakan sebuah opera berdasarkan legenda negerinya sendiri. Opera berjudul “Loro Jonggrang” ini diciptakan pada waktu Trisutji memperdalam musik serial sehingga karya tsb merupakan perpaduan dari konsep tangganada pentatonik, dodecaphonic, dan gaya musik vokal Bel Canto Italia.

Menginjak awal tahun 1990an Trisutji mulai menjalani kehidupan beragama yang sangat intens. Sepulangnya dari Mekah di awal tahun 1990an ia mulai lebih banyak meniupkan nafas Islam ke dalam karya-karyanya. Alhasil Trisutji berhasil menciptakan sebuah bentuk musik kontemporer Islam yang berakar pada budaya lokal Indonesia. Salah satu karyanya dalam periode ini yang sangat penting bagi sejarah perkembangan musik kontemporer Indonesia adalah “Persembahan” (1992) yang ia tulis untuk ansambel musik kamar dan koor.

“Persembahan” menggunakan puisi panjang Emha Ainun Najib sebagai naskah. Karya ini di pentaskan dalam rangka sebuah festival penting musik kontemporer Indonesia di Gedung Kesenian Jakarta. Pada pementasan ini Trisutji menggarap “Persembahan” dalam bentuk teatrikal dengan menggunakan seorang aktor yang berdandan seperti seorang santri dan dua orang Kori yang membacakan doa secara stereofonik di balkon kiri dan kanan gedung.

“Persembahan” secara elok menggambarkan bagaimana kompleksitas permasalahan budaya di negeri ini. Didalamnya kita menemukan berbagai lapisan masalah musikal maupun budaya yang di garap oleh Trisutji dalam sebuah komposisi. Kompleksitas ini misalnya terdapat pada unsur: (1) bentuk musik yang menggabungkan gaya operatik dan qasidahan, (2) instrumentasi yang menggunakan alat musik Barat dan tradisional, (3) tangga-nada yang merupakan kombinasi antara tangga nada diatonis Barat, pentatonik gamelan dan heptatonik Timur Tengah, dan (4) idiom musik abad 20 Barat yang berbaur dengan musik Jaipongan, joget Melayu dan Islami. Pada akhirnya “Persembahan” menunjuk pada gejala yang sangat khas dalam kehidupan budaya urban Indonesia di era globalisasi ini, yaitu gejala masyarakat postmoderen yang sekaligus mengacu pada konsep kebudayaan nasional yang tertuang dalam UUD 45.

Sign Up For Our Newsletter

Stay update and get our latest news right into your inbox