KOTA
Jakarta
BIDANG SENI
Teater
GAYA
Teater Boneka
TEMA
Sosial
Maria Tri Sulistyani
Maria Tri Sulistyani atau yang akrab disapa Ria lahir di Jakarta pada tanggal 4 November 1981. Saat kecil, Ria kerap mengikuti aktivitas seni, mulai dari menari, menggambar, bermain drama di sekolah, gereja serta lingkungan kompleks rumah, menyanyi di gereja, bermain boneka tangan, hingga membuat pementasan teater bayangan saat mati lampu. Ketertarikannya pada seni teater bermula ketika ia kuliah Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tahun 1999, Ria pun terlibat di Teater Gardanalla pimpinan Joned Suryatmoko.
Ria bersama Iwan Effendy, suami sekaligus Direktur Artistik Papermoon, bertekad untuk melakukan eksperimen teater boneka yang lebih luas. Perjalanan mereka dimulai dengan melakukan observasi selama enam bulan di Amerika Serikat berkat dukungan Asian Cultural Council. Ria mengagumi pertunjukan Julie Taymour, Basil Twist, dan Vienne karena ketiga sutradara ini mampu mengolah imajinasi yang luas. Di samping itu, Ria juga pernah belajar membuat wayang kepada Ki Ledjar Subroto dan mempelajari filosofinya.
Karya-karya Ria bersama Papermoon mengangkat tema kehidupan masyarakat sehari-hari yang ditampilkan dalam kemasan visual yang imajinatif. Pementasan “Dalam Sebuah Perjalanan (On a Journey)” meraih Hibah Seni Kelola 2009 kategori Karya Inovatif. Berikutnya, Ria juga mendapatkan hibah Empowering Women Artist 2010-2011 untuk pertunjukan “Mwathirika”. Karya ini menceritakan korban kekerasan politik dalam peristiwa September 1965.
Ria bersama Papermoon aktif menggelar pertunjukan, membuat karya instalasi dan memberi lokakarya di dalam maupun luar negeri. Selain itu, ia juga masih aktif menulis cerita dan membuat ilustrasi buku anak-anak. Berkat kiprahnya itu, Ria menerima Anugerah Perempuan Hebat 2017 dari Liputan6.com.
Maria Tri Sulistyani
Maria Tri Sulistyani atau yang akrab disapa Ria lahir di Jakarta pada tanggal 4 November 1981. Saat kecil, Ria kerap mengikuti aktivitas seni, mulai dari menari, menggambar, bermain drama di sekolah, gereja serta lingkungan kompleks rumah, menyanyi di gereja, bermain boneka tangan, hingga membuat pementasan teater bayangan saat mati lampu. Ketertarikannya pada seni teater bermula ketika ia kuliah Ilmu Komunikasi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tahun 1999, Ria pun terlibat di Teater Gardanalla pimpinan Joned Suryatmoko.
Ria bersama Iwan Effendy, suami sekaligus Direktur Artistik Papermoon, bertekad untuk melakukan eksperimen teater boneka yang lebih luas. Perjalanan mereka dimulai dengan melakukan observasi selama enam bulan di Amerika Serikat berkat dukungan Asian Cultural Council. Ria mengagumi pertunjukan Julie Taymour, Basil Twist, dan Vienne karena ketiga sutradara ini mampu mengolah imajinasi yang luas. Di samping itu, Ria juga pernah belajar membuat wayang kepada Ki Ledjar Subroto dan mempelajari filosofinya.
Karya-karya Ria bersama Papermoon mengangkat tema kehidupan masyarakat sehari-hari yang ditampilkan dalam kemasan visual yang imajinatif. Pementasan “Dalam Sebuah Perjalanan (On a Journey)” meraih Hibah Seni Kelola 2009 kategori Karya Inovatif. Berikutnya, Ria juga mendapatkan hibah Empowering Women Artist 2010-2011 untuk pertunjukan “Mwathirika”. Karya ini menceritakan korban kekerasan politik dalam peristiwa September 1965.
Ria bersama Papermoon aktif menggelar pertunjukan, membuat karya instalasi dan memberi lokakarya di dalam maupun luar negeri. Selain itu, ia juga masih aktif menulis cerita dan membuat ilustrasi buku anak-anak. Berkat kiprahnya itu, Ria menerima Anugerah Perempuan Hebat 2017 dari Liputan6.com.