Izat Gunawan
Izat Gunawan lahir pada 23 April 1985 di Palu, Sulawesi Tengah. Ketertarikannya pada seni mulai tumbuh berkat pamannya yang mengelola Sanggar Linosidiru dan mengajarinya musik tradisi To Kaili. Selain itu, ia juga bergaul di komunitas seniman muda dan bergabung dalam Kelompok Pengamen Jalanan (KPJ). Mantap berkecimpung di dunia seni, Izat menempuh pendidikan seni di dua tempat secara bersamaan, yaitu Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dan Akademi Seni Drama dan Film Indonesia (ASDRAFI).
Terinspirasi oleh Putu Wijaya (dramawan dan sastrawan) dan Sapto Raharjo (komponis dan pengrawit) yang juga alumni ASDRAFI, Izat memutuskan fokus berkuliah di ASDRAFI sehingga pendidikan di ISI Yogyakarta tidak selesai. Selama di ASDRAFI, Izat mendalami ilustrasi musik hingga mendapatkan kesempatan menjadi ilustrator bunyi untuk berbagai pertunjukan drama, tari maupun film.
Izat menonjolkan spirit lokalitas dalam karya-karyanya, yaitu budaya To Kaili. Menurutnya, karya musik adalah eksperimen sebebas-bebasnya yang dapat digunakan sebagai media penyampai isu, mulai dari mengkritik kebijakan publik hingga konflik sosial. Salah satu karyanya berjudul “Huru-Ha-Raego” mendapatkan dukungan Hibah Seni Kelola 2012 kategori Karya Inovatif. Berangkat dari konflik antardesa, karya ini mengimitasi suasana dan suara ketika konflik terjadi serta menghadirkan gerak dan nyanyian yang bersumber dari kesenian Raego.
Sebagai ilustrator musik, Izat pernah menata musik untuk film “Onthel” karya sutradara Henry Tongky. Dari pengalamannya itu, ia aktif menjadi penata musik di Sanggar Sangkakala dan menjadi pengajar musik di Sanggar Debur 21 (Yogyakarta). Pada akhir 2012, bersama etnomusikolog Franki Raden ia mengerjakan beberapa penyelenggaraan konser di Ubud (Bali) dan Makassar, juga melakukan riset di Toraja, Sulawesi. Kini, Izat aktif berkarya di Sigi, Sulawesi Tengah, seperti menjadi pendiri dan direktur artistik Festival Bunyi Bungi, serta menjadi bagian dari Komunitas Seni Tadulako.