en id

Djaduk Ferianto


Djaduk Ferianto yang lahir 19 Juli, 1964 di Yogyakarta adalah anak dari seniman Bagong Kussudiardja. Sejak kecil, Djaduk telah akrab dengan kesenian berkat keluarga dan pergaulannya dengan para siswa Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) pimpinan ayahnya. Selepas SMA, Djaduk mengambil jurusan Seni Rupa dan Desain di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Dalam perjalanan karirnya, Djaduk justru lebih menekuni bidang musik dengan mempelajarinya secara otodidak. Meski berlatar kesenian tradisional Jawa, ia memiliki visi musikal yang lebih terbuka. Djaduk menyadari pentingnya dekonstruksi karya seni tradisi demi melebarkan ruang ekspresinya. Ia mengabaikan pakem-pakem seni musik tradisi dengan menghadirkan beragam bentuk kontemporarisasi.

Karya-karyanya pada era orde baru dan reformasi cenderung mengandung kritik sosial dan politik, di antaranya “Ngeng-Ngeng” (1993) dan “Kompi Susu” (1998). Ia juga kerap bereksperimen dengan berbagai gaya dan genre kesenian. Kreasinya semakin berkembang seiring dengan pembentukan ansambel Kyai Kanjeng bersama Emha Ainun Najib yang memadukan alat musik barat dan gamelan diatonik. Kemudian, ia membentuk ansambel Kua Etnika pada tahun 1995 yang kini bernaung di bawah PSBK. Bersama Kua Etnika, ia mengeksporasi lagu-lagu daerah menjadi lebih dinamis.

Selain berkarya bersama Kua Etnika, ia menggarap ilustrasi musik sinetron, jingle iklan, hingga menjadi penata musik pementasan teater. Djaduk menjadi bagian dalam pembentukan forum dan festival besar di Indonesia. Bersama Agus Noor dan kakak kandungnya, Butet Kartaredjasa, ia menggagas forum budaya bernama Indonesia Kita. Ia juga menjadi penggerak festival jazz Ngayogjazz di Yogyakarta sejak 2007 dan Jazz Gunung Bromo sejak 2009. Tak hanya itu, ia juga sempat menggelar pameran tunggal fotografi berjudul “Meretas Bunyi” pada tahun 2018.

Sign Up For Our Newsletter

Stay update and get our latest news right into your inbox